

Pengumuman Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperluas perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan ekspor produk kelapa sawit diduga menjadi pemicu kembalinya deforestasi. Pernyataan Presiden Prabowo yang menyamakan tanaman kelapa sawit dengan tanaman hutan alam dinilai menyesatkan.
Profesor Budi Setiadi Daryono, Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Ketua Aliansi Biologi Indonesia (KOBI), menentang keras upaya perluasan perkebunan kelapa sawit karena akan mengancam hutan dan semakin merusak keanekaragaman hayati.
“Kami menolak keras rencana Presiden tersebut. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kawasan yang terdapat perkebunan kelapa sawit tidak dapat dijadikan sebagai habitat satwa liar dan keanekaragaman hayati perkebunan kelapa sawit hampir 0%,” kata Budi Daryono dalam keterangannya yang dikirimkan kepada wartawan, Jumat (8/7). 1 Oktober).
Lebih lanjut Budi mengatakan, dampak dari sangat besarnya perkebunan kelapa sawit yang selama ini menganut model monokultur dapat dengan mudah memperparah konflik antara satwa liar dan manusia, sehingga berdampak pada semakin berkurangnya satwa liar yang dilindungi secara hukum seperti orangutan, gajah, badak, dan harimau sumatera.
“Flora dan fauna yang dilindungi semakin berkurang akibat deforestasi akibat dibukanya perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.
Selain itu, Presiden Prabowo juga harus melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang penghentian penerbitan izin baru dan perbaikan pengelolaan hutan alam primer dan lahan gambut.
“Dengan arahan presiden ini, 66,2 juta hektar hutan alam dan lahan gambut setara luas Perancis bisa diselamatkan dari kehancuran,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berharap pemerintah konsisten menjalankan aturan yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan.
menyesatkan
Guru Besar Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada ini menegaskan, pernyataan Prabowo yang menyebut tanaman kelapa sawit sama dengan tanaman hutan merupakan pernyataan yang menyesatkan masyarakat. Pasalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya memiliki aturan tegas yang menyatakan kelapa sawit bukan tanaman hutan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.23 Tahun 2021 mengatur bahwa kelapa sawit tidak termasuk dalam tanaman restorasi hutan dan lahan, kata Budi.
Terakhir, Budi berpesan agar Presiden lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat agar tidak menimbulkan dampak positif atau negatif atau bahkan menyesatkan masyarakat.
Oleh karena itu, beliau merekomendasikan agar mekanisme perumusan rencana kebijakan, terutama yang memiliki dampak sosial dan lingkungan yang signifikan serta implikasi global, diserahkan kepada Bapenas dan melibatkan kementerian dan lembaga terkait, pakar, praktisi, dan masyarakat sipil.
“Dengan cara ini, dampak kebijakan baru terhadap kepentingan sosial, lingkungan, dan ekonomi nasional dapat diprediksi,” jelasnya. (AU/J-3)