

Begitu isu pergantian pelatih Timnas Indonesia mencuat, kritik pun langsung tersebar. Sebagian besar menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Presiden Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir yang memecat pelatih Korea Selatan Shin Tae-yong yang telah melatih Garuda selama empat tahun.
Nama pelatih Belanda Patrick Kluivert tak membuat fans Indonesia ingin tahu tentangnya. Mereka masih menilai keputusan PSSI tidak berdasar dan memilih mantan bintang sepak bola Belanda itu tidak menjamin performa.
Ada dua penilaian terhadap sikap antusias pendukung “Tim Merah Putih”. Pertama, mereka terlihat sentimental dan jatuh cinta secara membabi buta kepada Shin Tae-yong. Padahal, selama empat tahun menjabat sebagai pelatih kepala timnas Indonesia, ia belum pernah meraih gelar juara sehingga wajar jika pelatih asal Korea Selatan itu dipecat.
Kedua, suporter sepak bola dinilai memiliki rasa superioritas terhadap manajemen PSSI bahkan presiden PSSI. Meskipun orang-orang seperti Eric Thohir adalah pemilik Inter Milan, DC United dan Oxford United. Jadi Erik Tohir pasti tahu apa yang terbaik untuk sepakbola Indonesia.
Padahal, keresahan fans Tanah Air harus bisa kita pahami. Rasa memiliki yang kuat dari para pecinta sepak bola nasional justru harus dilihat sebagai sebuah kekuatan, karena menang atau kalah, mereka akan selalu mendukung tim.
Ketika Shin Tae-yong tiba-tiba dipecat, para pendukung setianya merasa seperti mendengar guntur di siang hari bolong. Tak ada tanda-tanda manajemen PSSI kecewa dengan kinerja Shin Tae-yong. Manajemen PSSI baru-baru ini memutuskan untuk memperpanjang kontrak Shin Tae-yong hingga 2027, bahkan pelatih asal Korea itu menjadi orang pertama yang mendapat “visa emas” dari Presiden Joko Widodo.
Alasan adanya perbedaan pendapat antara pelatih dan pemain usai laga melawan Bahrain lalu kalah dari tim China dinilai tidak masuk akal. Masalahnya, setelah kekalahan menyakitkan itu, tim besutan Shin Tae-yong tak mampu bangkit dan akhirnya berhasil mengalahkan raksasa sepak bola Asia Arab Saudi dengan skor 2-0.
Saat itu, Shin Tae-yong gagal total setelah kalah dari Vietnam dan Filipina serta imbang dengan Laos di Piala AFF 2024. Pasalnya, manajemen PSSI sendiri tidak menganggap persaingan kejuaraan antar negara ASEAN sebagai prioritas. PSSI sengaja menurunkan tim lapis kedua agar tim tuan rumah bisa fokus bersaing di kualifikasi Piala Dunia 2026.
Jika kriteria pengganti Shin Tae-yong sudah jelas dan masyarakat terkomunikasi dengan baik, sebenarnya tidak perlu menimbulkan perbedaan pendapat atas pencopotan Shin Tae-yong. Jika metrik kesuksesan seorang pelatih dikomunikasikan dengan jelas, penggemar pasti akan memahaminya.
Shin harus dikatakan sudah meninggalkan fondasi timnas yang bagus. Sejak menangani sepak bola Indonesia pada tahun 2020, ia telah mengembangkan dan mematangkan beberapa pemain. pusat karena pandemi COVID-19.
Dari tim yang tertatih-tatih dan tidak tampil maksimal di awal turnamen, bisa menjadi tim kuat dan lolos ke kompetisi papan atas. Nama-nama pemain yang muncul saat itu adalah: Nadeo Argawinata, Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Alfeandra Dewangga, Rizky Ridho, Witan Sulaeman dan Egy Maulana. Bahkan ada yang sudah lebih matang dan menjadi andalan saat ini.
Prestasi gemilang Pak Shin sebagai pelatih adalah sukses menyingkirkan dua raksasa sepak bola Asia, Australia dan Korea Selatan, di Olimpiade Paris 2024. Sayangnya, perjalanan tim berakhir di babak semifinal, dan tim asuhan Pak Shin pun mengalami kesulitan setelahnya. . play-off melawan Irak dan Guinea.
Prestasi lain yang patut dikenang suporter Indonesia adalah pelatih asal Korea itu sukses membawa Garuda ke babak ketiga Piala Dunia 2026, termasuk 9 pemain naturalisasi Belanda. Faktor utama adalah peringkat ketiga Grup C setelah enam pertandingan. Namun peran pelatih dalam meraih hal-hal besar, termasuk mengalahkan Arab Saudi, tidak bisa dihilangkan.
Saat fans sedang gembira, tentu saja mereka akan kesal dan marah saat palu tiba-tiba jatuh. Tak pernah diketahui ada rapat evaluasi untuk menilai kinerja Shin atau ada langkah yang diambil Direktur Teknik PSSI untuk mencari nama pelatih penggantinya.
Keterbukaan diperlukan karena sepak bola dan PSSI bukan milik pribadi. Uang yang digunakan untuk mengembangkan sepak bola juga tidak berasal dari kantong pribadi, melainkan menggunakan APBN. Anggota DPR dan Kementerian Pemuda dan Olahraga mengawasi langkah dan penggunaan anggaran PSSI untuk kepentingan umum.
Tak ada salahnya jika prosedur penilaian dan penggantian yang tidak jelas menimbulkan kesan: tampil sendirian Di PSSI. Sepak bola seolah-olah hanya milik Presiden PSSI, sehingga kini dikritik keras oleh suporter Indonesia.
Pertunjukan harus tetap berjalan
Sekarang keputusan telah diambil dan suka atau tidak, kita harus menerimanya. Kita harus memberi kesempatan kepada PSSI dan pelatih Patrick Kluivert untuk menjadikan timnas lebih baik.
Memang tidak ada jaminan kehadiran Kluivert akan membuat tim Indonesia menjadi lebih baik. Manajer ternama dunia seperti Roberto Mancini yang sukses membawa Manchester City menjuarai Liga Inggris dan Italia menjuarai Piala Eropa, gagal saat menjadi pelatih Saudi.
Apalagi, Kluivert belum pernah meraih kesuksesan meyakinkan sebagai pelatih. Ia dikenal sebagai salah satu “generasi emas” akademi Ajax. Namun, resume kepelatihannya lebih sebagai asisten pelatih dibandingkan pelatih kepala.
Kini PSSI berusaha menutupi “kesalahannya” dalam pemilihan pelatih, dengan mengklaim dua asisten yang akan didatangkan Kluivert, Alex Pastor dan Dani Landzadt, sama-sama merupakan asisten pelatih yang berprestasi. Jika kedua asistennya lebih baik, mengapa mereka tidak bisa dipercaya sebagai pelatih?
Pertaruhan diambil, dan kemudian… Pertunjukan harus tetap berjalan. Masalah terberat yang dihadapi Kluivert adalah sembilan atau 11 pemain pilihan pertamanya sibuk bermain di Eropa. Jelas tidak mungkin terbang lebih dari 14 jam ke Indonesia hanya untuk berlatih bersama. membuat kamp Khususnya di Eropa, menyeimbangkan persepsi juga tidak mungkin dilakukan karena berarti harus mendatangkan pemain Indonesia ke Eropa pada puncak musim dingin.
Laga ketujuh yang harus dijalani tim Indonesia juga tidak terlalu menguntungkan karena harus bertandang ke Australia. Kluivert tidak boleh kalah dalam debutnya sebagai pelatih Indonesia, karena kekalahan akan menimbulkan kemarahan fans Indonesia dan menambah beban psikologis pada pertandingan berikutnya melawan Bahrain dan China.
Satu hal yang membuat kami yakin Kluivert sudah terbiasa dengan tekanan seperti itu. Ketika dia masih menjadi pemain, dia tahu cara menghilangkan tekanan. Semoga pengalamannya sebagai salah satu pemain hebat Belanda bisa diturunkan kepada pemain asuhannya.
Semoga kemeriahan pergantian pelatih menjadi pelajaran berharga bagi pengurus PSSI. Bagaimana PSSI ke depan bisa membangun sistem yang lebih baik, mulai dari pengelolaan organisasi hingga yang terpenting, yakni pembinaan yang tepat sasaran, berkualitas, dan hierarkis.
Pekerjaan harus lebih terorganisir dan dibagi sesuai tugas dan fungsinya. Tugas utama Presiden adalah menentukan arah perkembangan sepak bola dan menentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Tanggung jawab ketua tidak hanya mengelola tim nasional, tetapi juga mengelola industri sepak bola secara keseluruhan. Kita harus belajar dari Fernand Sastre, ketua Federasi Sepak Bola Prancis, Dia meletakkan dasar bagi perkembangan normal sepak bola Prancis dan tidak memiliki ambisi untuk memenangkan kejuaraan hanya demi popularitas pribadi.
Dengan Kluivert sebagai manajer, ruang presiden untuk memasuki ruang ganti pemain dan memberikan nasihat akan terbatas. Dalam budaya sepak bola Eropa, bidang teknik sepenuhnya menjadi wewenang pelatih.