

Rupee melemah 60 poin atau 0,37% terhadap dolar AS pada Senin (13/1) pagi dari level sebelumnya Rp 16.190 per dolar. Pengamat pasar mata uang Ariston Tjendra mengatakan hal ini terjadi karena data perekonomian AS yang solid.
Hal ini dapat membuat The Fed menahan diri dan tidak menurunkan suku bunga, sehingga mendorong dolar lebih tinggi dan melemahkan rupee saat ini
Non-farm payrolls (NFP) AS pada Desember 2024 juga tercatat 256.000, naik dari bulan sebelumnya 212.000. Data tingkat pengangguran AS pada Desember 2024 juga turun menjadi 4,1% dari 4,2% pada bulan lalu.
Ariston mengatakan, “Data ketenagakerjaan yang kuat mungkin mendorong Federal Reserve untuk tidak memangkas suku bunga acuan, sehingga ekspektasi ini akan mendorong kenaikan dolar.”
Rilisan kedua data ekonomi tersebut turut mendorong indeks dolar AS ke level tertinggi baru dalam dua tahun terakhir, yakni 109,96 pada Jumat (1 Oktober) dan 109,65 pada hari ini. Ia mengatakan, alasan perekonomian AS mencapai hasil yang baik adalah karena pengeluaran konsumsi pribadi AS mencapai 68,24%, lebih tinggi dari rata-rata 64,32%.
“Konsumsi AS tetap kuat, mendukung pertumbuhan ekonomi AS, dan perekonomian masih berfungsi dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang baik menciptakan lebih banyak lapangan kerja,” ujarnya.
Ariston tidak melihat ada data perekonomian Indonesia yang dirilis pekan ini. Namun, hari ini Tiongkok akan merilis data neraca perdagangan dan produk domestik bruto (PDB) kuartal keempat pada Jumat (17).
Ia mengatakan: “Karena eratnya hubungan perdagangan antara Tiongkok dan Indonesia, sinyal perlambatan ekonomi Tiongkok juga dapat memberikan tekanan pada rupee.”