

Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar menunjukkan per September 2024, jumlah penduduk miskin di Jabar mengalami penurunan sebesar 0,38% menjadi 3,67 juta jiwa atau turun 7,08%. Jumlah ini turun dari 3,85 juta pada Maret 2024.
Kepala BPS Jabar Darwis Sitorus, Rabu (15/1), mengungkapkan, kondisi makroekonomi yang cenderung positif menjadi salah satu faktor penurunan angka kemiskinan di Jabar selama September 2024. Inflasi terkendali sepenuhnya dan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2024 meningkat 2,59% dibandingkan triwulan I-2024. Hal ini menjadi indikator berkurangnya jumlah penduduk miskin di Jawa Barat. Indikator lainnya adalah tingkat pengangguran masyarakat (TPT) yang juga turun 0,16% pada Agustus 2024 dibandingkan Februari 2024.
“Penurunan angka kemiskinan ini tidak hanya disebabkan oleh membaiknya kondisi makroekonomi, tetapi juga karena berbagai program bantuan pemerintah kepada masyarakat,” kata Darwes.
Darweis berpendapat, untuk mengukur garis kemiskinan (GK), BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan pokok makanan dan non-makanan, kemudian diukur dengan menggunakan garis kemiskinan.
“Garis kemiskinan pada September 2024 sebesar Rp535.509 per kapita per bulan. GK ini meningkat 2,19% dibandingkan Maret 2024. Komoditas pangan menyumbang 74,72% terhadap garis kemiskinan pada September 2024,” jelas Dar Weiss.
Darvis melanjutkan, di perkotaan, makanan yang menyumbang paling besar terhadap garis kemiskinan di perkotaan adalah nasi sebesar 22,08%, rokok kretek filter sebesar 12,09%, dan daging sapi ras sebesar 5,36%. Sedangkan non makanan yakni perumahan sebesar 9,18%, bensin 3,70%, dan listrik 2,51%. Sedangkan di perdesaan, komoditas pangan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan perdesaan adalah beras (25,52%), rokok kretek filter (8,79%) dan telur ras (4,51%). Dari sisi nonmakanan, perumahan 10,13%, bensin 3,09%, dan listrik 1,65%.
“Angka kemiskinan pada September 2024 merupakan yang terendah sejak Maret 2020 yaitu mencapai 7,88%. Namun masih lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan pada September 2019 (6,82%),” kata Darvis.
Darweis mengatakan berdasarkan kondisi wilayah, jumlah penduduk miskin perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,42% atau sebanyak 141.060 jiwa. Jumlah di perdesaan berkurang 39.260 jiwa, turun 0,22%. Selain angka kemiskinan, juga disediakan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks kedalaman kemiskinan mewakili jarak rata-rata antara pengeluaran masyarakat miskin dan garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan (P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran di kalangan masyarakat miskin.
“Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,21 pada Maret 2024 menjadi 1,05 pada September 2024. Indeks P1 di perdesaan sebesar 1,44, lebih tinggi dibandingkan 0,96 di perkotaan. “Pada saat yang sama, indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,29 pada bulan Maret 2024 menjadi 1,05 pada September 2024. 0,24 pada September 2024,” tambah Darvis (AN/J-3).