

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) beserta Anggota Khusus (ALB) dan berbagai asosiasi dunia usaha mendukung perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kegiatan Usaha, Pengelolaan, dan/atau Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE). ) atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) ).
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Suryadi Sasmita menjelaskan, kebijakan DHE yang sudah berjalan sekitar satu tahun ini perlu dievaluasi. Sebab, meski bertujuan untuk memperkuat fungsi stabilisasi cadangan devisa dan nilai tukar rupiah, namun pelaksanaannya kurang efektif.
“Jika tujuannya untuk memperkuat rupee, kami menilai PP Nomor 36/2023 akan kurang efektif pada tahap penerapannya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (15/1).
Suriyadi mengatakan, pelemahan rupee terus terjadi sepanjang tahun lalu. Selain itu, di tengah ketidakpastian perekonomian global, sektor swasta terus menghadapi tantangan arus kas operasional perusahaan.
Selain itu, tidak semua perusahaan memiliki akses mudah terhadap kredit perbankan dalam negeri sehingga mencari pendanaan dari luar negeri, ujarnya.
Suryadi menjelaskan, beberapa perusahaan yang juga terdampak oleh kewajiban yang tertuang dalam PP Nomor 36 Tahun 2023 ini menghadapi banyak tantangan dalam mengelola operasional bisnis dan kesehatan arus kas perusahaannya.
Selain kewajiban DHE, banyak perusahaan yang disebut-sebut memiliki kewajiban membayar pajak, royalti, dan beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin keuntungan).
Kadin dan Asosiasi Pengusaha dan Industri Indonesia berharap revisi kebijakan dan regulasi terkait DHE tidak membebani eksportir, apalagi ada usulan kenaikan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam waktu 1 tahun. Meningkatkan beban arus kas perusahaan.
“Jika kebijakan ini terus berlanjut, kita akan melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional semakin berkurang dan pemerintah akan merasakan dampaknya,” imbuhnya.
Kading mendorong pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban perpajakan dan mengkonversi mata uang asing ke rupee.
Senada dengan Suryadi, Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Chandra Wahjudi menyarankan, meski kondisi perekonomian global masih belum pasti dan lemah, pemerintah dapat mempertimbangkan rencana perubahan peraturan DHE SDA agar sesuai dengan permintaan pasar. perusahaan ekspor dapat menerima dukungan ekspor dan meringankan ekspektasi, bertindak sebagai stimulan.
“Kita ingin mendorong ekspor dan membuat perekonomian tumbuh lebih tinggi. Namun di sisi lain, eksportir menghadapi permasalahan serius dalam menjalankan kegiatan usahanya, yaitu arus kas,’ tutupnya.
Asosiasi yang mendukung revisi PP No 36/2023 antara lain Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), Dewan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dan Persatuan Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA). Gabungan Pengusaha Minyak (Gapki) , Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Gabungan Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA). (Ins/E-2)